Dalam memperjuangkan kemerdekaan dan mengusir penjajah, siapa saja bisa melakukan perlawanan. Termasuk Opu Daeng Risadju yang tak pernah getir berhadapan langsung dengan Belanda. Opu Daeng Risadju merupakan pahlawan perempuan asli Sulawesi Selatan yang menentang keberadaan Belanda meski sudah berusia senja. Nama kecil Opu Daeng Risadju adalah Famajjah. Lahir pada 1880 di Palopo, Sulawesi Selatan. Famajjah merupakan anak dari pasangan Muhammad Abdullah To Baresseng dan ibunya Opu Daeng Mawellu yang merupakan keturunan bangsawan Luwu.

Sejak kecil, Famajjah sudah dibiasakan membaca Al-Quran sampai tamat 30 juz. Selain itu, dirinya juga mempelajari fiqih dari buku yang ditulis oleh salah satu tokoh penyebar agama Islam di Sulawesi Selatan, Khatib Sulaweman Datung Patimang. Setelah beranjak dewasa, Famajjah dinikahkan dengan H Muhammad Daud, seorang ulama yang pernah tinggal di Mekkah dan merupakan anak dari teman dagang ayahnya.

H Muhammad Daud kemudian diangkat menjadi imam masjid istana Kerajaan Luwu. Sejak saat itu nama Famajjah bertambah gelar menjadi Opu Daeng Risadju. Awal perjuangan Pada tahun 1905, Belanda berhasil menguasai Kerajaan Luwu, sehingga Opu Daeng dan suaminya harus meninggalkan Kota Palopo dan memilih menetap di Pare-Pare. Di Pare-Pare, beliau aktif sebagai anggota Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII). Di organisasi tersebut, Opu Daeng berkenalan dengan H Muhammad Yahya, seorang pedagang Sulawesi Selatan yang sudah lama tinggal di Pulau Jawa.

Sekembalinya ke Palopo, Opu Daeng Risadju mendirikan cabang PSII di Palopo pada 14 Januari 1930. Dirinya kemudian meluaskan perjuangannya yang menimbulkan kekhawatiran bagi pemerintah Belanda dan Kerajaan Luwu. Kegiatan yang dilakukan Opu Daeng dinilai sebagai kekuatan politik yang membahayakan Belanda. Karena dukungan dari rakyat yang sangat besar, pihak Belanda mulai menahan Opu agar tidak melanjutkan perjuangannya di PSII. Pihak Belanda yang bekerja sama dengan controleur afdeling Masamba menganggap Opu menghasut rakyat dan melakukan tindakan provolatif agar rakyat tidak lagi percaya kepada pemerintah. Akhirnya, Opu diadili dan dicabut gelar kebangsawanannya. Tidak hanya itu, tekanan juga diberikan kepada suami dan pihak keluarga Opu agar menghentikan kegiatannya di PSII.  Setelah berbagai ancaman dari pihak Belanda untuk Opu agar ia menghentikan kegiatan di PSII, Opu akhirnya dipenjara selama 14 bulan pada tahun 1934.

Peristiwa tersebut membuat Opu Daeng Risadju tercatat sebagai wanita pertama yang dipenjarakan oleh Pemerintah kolonial Belanda dengan alasan politik. Selain harus berhadapan dengan Belanda, Opu Daeng juga mendapatkan tekanan dari Datu Luwu dan Dewan Adat Luwu. Di mana Opu Daeng harus menghentikan politiknya. Namun, beliau tetap memilih dekat dengan rakyat dan meninggalkan gelar kebangsawanannya.

Opu kembali aktif pada masa Revolusi. Opu dan pemuda Sulawesi Selatan berjuang melawan NICA yang kembali ingin menjajah Indonesia.  Karena keberaniannya dalam melawan NICA, Opu menjadi buronan nomor satu selama NICA  di Sulawesi Selatan. Akhirnya Opu pun tertangkap di Lantoro sehingga ia dibawa ke Watampone dengan berjalan 40 km. Akibat penyiksaan dari Belanda dan Ketua Ditrik Bajo saat itu, ia menjadi tuli dan dijadikan tahanan luar. Opu wafat pada tanggal 10 Februari 1964. Ia dimakamkan di perkuburan raja-raja Lokkoe di Palopo.

Comments to: OPU DAENG RISADJU

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Attach images - Only PNG, JPG, JPEG and GIF are supported.