Suatu hari, di tahun 1950, Wakil Presiden Muhammad Hatta pulang ke rumahnya. Begitu menginjakkan kaki di rumah, ia langsung ditanya sang istri, Ibu Rahmi Rachim, tentang kebijakan pemotongan nilai mata uang Oeang Republik Indonesia dari 100 menjadi 1 rupiah.

Pantas saja hal itu ditanyakan, sebab, akibat pengurangan nilai mata uang itu, Ibu Rahmi Rachim tidak bisa membeli mesin jahit yang diidam-idamkannya. Padahal, ia sudah cukup lama menabung untuk membeli mesih jahit baru. Tapi, apa kata Bung Hatta?

“Saya bisa percaya kepadamu, tetapi rahasia ini tidak patut dibocorkan kepada siapa pun. Biarlah kita rugi sedikit, demi kepentingan seluruh negara. Kita coba menabung lagi, ya?”

Kisah mesin jahit itu merupakan salah satu contoh dari kesederhanaan hidup proklamator RI Bung Hatta dan keluarganya. Sejak kecil, Bung Hatta sudah dikenal hemat dan suka menabung. Akan tetapi, uang tabungannya itu selalu habis untuk keperluan sehari-hari dan membantu orang yang memerlukan. Saking mepetnya keuangan Bung Hatta, sampai-sampai sepasang sepatu Bally pun tidak pernah terbeli hingga akhir hayatnya. Tidak bisa dibayangkan, seorang yang pernah menjadi nomor 2 di negeri ini sampai tidak bisa membeli sepasang sepatu. Mimpi itu terungkap melalui pptongan iklan sepatu Bally yang tetap tersimpan rapi dalam dompetnya hingga wafat pada tahun 1980, meninggalkan nama harum dan nlai kesederhanaan dalam menjalani hidupnya yang menginspirasi jutaan rakyat Indonesia.

Comments to: Bung Hatta dan Sepatu Bally

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Attach images - Only PNG, JPG, JPEG and GIF are supported.